Perpajakan dalam Laporan Keuangan Entitas Non Laba

Oleh: Atik Sri Purwantiningsih, S.E., M.Acc., Ak., CA., ACPA., CT., CFP

MMungkin bagi sebagian orang, entitas non laba sudah cukup sering di dengar. Badan yang sering disebut dengan nama organisasi nirlaba ini, sudah memiliki jumlah yang cukup banyak.  Entitas Non Laba yang juga dikenal dengan organisasi nirlaba, tidak mencari keuntungan. Sebaliknya, tujuan utama dari organisasi tersebut dapat didefinisikan dalam hal sosial, politik, budaya, pendidikan dan tujuan non laba lainnya. Meskipun termasuk dalam kategori non laba, baik lembaga, yayasan, organisasi dan organisasi nirlaba lainnya, tetap memiliki kewajiban dalam pelaporan kewajiban pajak.

Suatu lembaga non laba menghasilkan suatu barang maupun jasa yang tidak mempunyai tujuan untuk mendapatkan laba semata. Apabila terdapat keuntungan maka jumlah keuntungan tersebut tidak serta merta di bagikan kepada para pendiri atau pemilik organisasi. Sumber daya atau dana yang di dapat berasal dari para donatur yang tidak berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan atas apa yang telah di berikan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan, setiap Orang Pribadi yang memenuhi syarat tertentu dan Badan baik yang berorientasi laba maupun non-laba wajib membayar pajak. Badan adalah sekumpulan orang atau modal baik yang melakukan usaha (profit oriented) atau yang tidak melakukan usaha (nonprofit oriented). Jadi bentuk Badan dapat berupa apapun

Yayasan sebagai badan juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak, meskipun yayasan tersebut berorientasi non-profit oriented (NPO). Berdasarkan Standar Akutansi Keuangan (SAK), entitas non laba seperti yayasan mendapatkan sumber daya dari sumbangan pada anggota dan para penyumbang lainnya yang tidak mengharap imbalan apapun dari yayasan tersebut.

Yayasan Sebagai Subjek Pajak

Pada prinsipnya, yayasan merupakan subjek Pajak Penghasilan. Pengakuan penghasilan maupun pembebanan biaya pada yayasan sama dengan bentuk organisasi lainnya. Pada akhir periode laporan keuangan suatu yayasan akan menyajikan nilai Sisa Hasil Usaha yang setara dengan laba-rugi suatu perusahaan. Yayasan juga diwajibkan membuat laporan SPT tahunan PPh badan. Artinya, yayasan juga tidak luput dari sanksi administrasi dan sanksi pidana apabila ada ketentuan perpajakan yang dilanggar.

Objek Pajak Yayasan

Obyek pajak yayasan dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni objek pajak penghasilan, dan bukan objek pajak penghasilan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

1. Objek Pajak Penghasilan

  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha pekerjaan, kegiatan atau jasa.
  2. Bunga deposito bunga obligasi, diskonto SBI, dan bunga lain
  3. Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
  4. Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari bantuan sumbangan atau hibah

2. Bukan Objek Pajak Penghasilan

  1. Bantuan, sumbangan, atau zakat yang diterima oleh BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah).
  2. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat di Indonesia.
  3. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.

Perpajakan dalam Laporan Keuangan Yayasan 

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi Wajib Pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, yayasan tetap menjadi Wajib Pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak.

Sebagai contoh, yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban yayasan sama dengan bentuk usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri.

Yayasan merupakan subjek badan pemotong atas jasa yang digunakan oleh yayasan, sehingga wajib memotong PPh 23 dan atau PPh Pasal 4 Ayat (2). Yayasan juga bertindak sebagai pemotong PPh 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan atau peserta, maupun pihak lain.

 

Kewajiban Perpajakan Yayasan

Sesuai dengan UU PPh Pasal 2 Ayat (1) Huruf b, bahwa yayasan merupakan subjek Pajak Penghasilan yang termasuk dalam kategori “Badan”. Adapun kewajiban perpajakan sebagai subjek Pajak Badan adalah sebagai berikut:

  1. PPh Pasal 4 ayat 2 – Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, serta persewaan tanah dan bangunan dapat dikenai pajak bersifat final.
  2. PPh Pasal 21 – Kewajiban pemotongan pajak atas penghasilan sehubugan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau Wajib Pajak Orang Pribadi.
  3. PPH Pasal 23 – Kewajiban pemotongan PPh oleh pihak yang wajib membayarkan penghasilan atas penghasilan dengan nama dan bentuk apapun yang dibayarkan, serta disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya.
  4. Sebesar 15% dari jumlah bruto pada: (1) dividen dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian hasil usaha koperasi, (2) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan (3) hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh 21.
  5. Sebesar 2% dari jumlah bruto pada: (1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2, dan (2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong sesuai PPh 21.

Pada prinsipnya, pengakuan penghasilan maupun pembebanan biaya pada jenis lembaga non laba seperti yayasan dan lainnya sama dengan bentuk organisasi lainnya. Dimana pada akhir periode laporan keuangan akan disajikan nilai sisa hasil usaha. Nilai sisa hasil usaha tersebut sebetulnya setara dengan laba atau rugi pada entitas bisnis dan usaha. Lembaga non laba tidak dikecualikan dalam konteks kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh Badan. Sanksi administrasi dan pidana juga dapat dikenakan pada Wajib Pajak bersangkutan jika memang ada ketentuan perpajakan yang dilanggar. Selain itu, bentuk lembaga non profit juga masih dikenakan kewajiban untuk bertindak sebagai pemotong atau pemungut atas suatu transaksi yang memuat aspek perpajakan.

Sebuah lembaga non laba dapat dikenakan beban kewajiban pajak penghasilan pasal 25. Yang mana pajak ini dikenakan atas selisih lebih pendapatan atas biaya. Jadi pasal 25 hanya akan dikenakan ketika pendapatan suatu badan lebih besar dari biayanya. Istilah yang sering digunakan adalah obyek pajak. Jadi pendapatan seperti yang dihasilkan dari proses akuntansi, hampir semua merupakan pendapatan menurut definisi pajak. namun, terdapat suatu pengecualian yaitu pendapatan dari sumbangan, hibah, dan wakaf. Artinya, pendapatan ini merupakan pendapatan lembaga dan dicatat oleh proses akuntansi.

Pada prinsipnya, pengakuan penghasilan maupun pembebanan biaya pada jenis lembaga non laba seperti yayasan dan lainnya sama dengan bentuk organisasi lainnya. Dimana pada akhir periode laporan keuangan akan disajikan nilai sisa hasil usaha